Kamis, 12 November 2015

Bagian I.3.3 part-2


Pandangan salah dari para bidah tentang kemusnahan/nihilism (The heretics’ inverted view of annihilation).

Setelah Ananda dan seluruh yang hadir mendengar kata-kata Sang Buddha, hati dan pikiran mereka menjadi tenang dan terkontrol. Mereka berpikir bahwa, sejak dari sebelum permulaan, mereka kehilangan penglihatan akan hakekat kesadaran/akal/pikiran mereka sendiri dengan melekatkan diri (menciptakan ego/aku/atta) pada bayang-bayang yag timbul dari pemikiran mereka yang memilah-milah kondisi sebab-akibat dan baru sekarang mereka tersadar, seperti bayi baru lahir yang sudah lama tidak menyusu, sekarang melihat ibunya.

Mereka menyatukan kedua telapak tangan dan berterima kasih pada Sang Buddha, serta ingin mendengarkan pengajarannya lebih lanjut lagi mengenai dualisme dari kondisi/keadaan nyata dan tidak nyata, ada dan tidak ada, sementara dan kekal, dari tubuh dan pikiran/kesadaran.

Kemudian Raja Prasenajit bangkit dari duduknya dan berkata pada Sang Buddha : Sebelum aku menerima pengajaran dari Sang Buddha, aku bertemu Katyayana dan Vairataputra yang keduanya berkata bahwa ketika tubuh mati, kehancurannya inilah yang dinamakan Nirwana. Sekarang meskipun setelah bertemu dengan Sang Buddha, hal ini belum jelas bagiku.

Demikian juga semua yang hadir di sini, yang masih terseret arus perpindahan, kami ingin memahami bagaimana bisa sampai pada kesadaran itu dan membuktikan apa yang ada ini, keberadaannya melampaui siklus lahir dan mati.

Sang Buddha berkata pada Raja Prasenajit : Raja yang besar, sekarang aku bertanya padamu tentang tubuhmu yang terdiri dari daging dan darah. Apakah dia itu kekal/permanen dan tidak bisa hancur seperti intan berlian, ataukan tubuhmu itu berubah-ubah dan menuju pada kehancuran?

Sang Raja menjawab: Tubuhku ini perlahan-lahan membusuk dan akhirnya akan hancur.


Sang Buddha bertanya : Raja yang besar, kamu belum lagi mati, dari mana kamu bisa tahu bahwa satu saat nanti tubuhmu akan musnah?

Sang raja menjawab: Yang mulia, meskipun tubuh yang tidak permanen, terus menerus berubah dan sedang dalam proses membusuk ini belumlah mati, namun aku bisa mengamati bahwa dia terus menerus berubah, mengurai tanpa henti dan suatu saat nanti tentulah akan musnah. Seperti nyala api yang terbakar, makin lama makin pudar dan akhirnya mati tak menyisakan apa-apa.


Sang Buddha bertanya : Ya, Raja yang besar, sekarang kamu tua, bagaimana kalau dibandingkan dengan dulu sewaktu masih kanak-kanak?

Sang raja menjawab: Yang mulia, dulu waktu masih kanak-kanak, kulitku berkilau dan sementara aku tumbuh semakin besar, aku penuh dengan tenaga, tetapi sekarang aku tua dan melemah, semakin hari semakin tipis dan semangatku pun semakin tumpul, rambutku memutih dan kulitku mengeriput dan karenanya akupun tahu bahwa hidupku tidak akan lama lagi. Sungguh tidak bisa dibandingkan, aku yang sekarang ini dengan aku yang dulu, yang penuh kehidupan.

Sang Buddha berkata : Raja yang besar, (meski demikian) penampilanmu (saat ini) bukankah tidak berubah menurun (pada saat berbicara ini bukankah tidak terlihat berubah-ubah?).

Sang raja menjawab: Yang mulia, penampilanku berubah sedikit demi sedikit sepanjang waktu sehingga sulit diamati dalam waktu yang singkat. Dengan bergantinya musim demi musim, barulah aku berubah seperti aku yang sekarang ini.

Kenapa? Waktu masih berumur 20an, meskipun masih terhitung muda, namun sudah terlihat lebih tua dibandingkan diriku sewaktu berumur 10 tahun, pada waktu berumur 30an semakin tua lagi. Dan sekarang aku sudah berumur 62, lebih tua dari sewaktu berumur 50 ketika aku masih lebih kuat. Yang mulia, aku baru bisa melihat perubahan ini dalam hitungan puluhan tahun, tetapi bila diperhatikan lebih teliti lagi, maka jelaslah bahwa perubahan itu terjadi bukan dalam hitungan tahun, bulan atau hari, melainkan setiap lewatnya saat demi saat. Itu sebabnya aku tahu bahwa tubuh ini sudah pasti pada akhirnya akan sampai juga pada kemusnahannya.

Sang Buddha berkata: Ya Raja besar, kamu mengamati perubahan yang terjadi tanpa henti ini dan tahu pada satu saat kamu akan mati, tetapi tahukah kamu bahwa ketika hal itu terjadi, ada yang bukan tubuhmu dan tidak ikut mati?

Sang raja menangkupkan kedua tangannya dan berkata: Aku sungguh tidak tahu.


Sang Buddha berkata kembali : Sekarang aku akan menunjukkan padamu, hakekat dari yang melampaui siklus lahir dan mati. Raja, umur berapa pertama kali raja melihat Sungai Gangga?

Sang raja menjawab: Ketika aku berumur tiga, ibu membawaku ke sana untuk memuja Dewa Jawa. Ketika kami menyeberangi sungai barulah aku tahu itu Sungai Gangga.

Sang Buddha bertanya : Ya raja, seperti yang kamu katakan, kamu lebih tua saat umur 20 dibandingkan saat umur 10, dan sekarang sampai kau berumur 60, seiring berjalannya hari, bulan dan tahun, tubuhmu berubah dari saat ke saat. Ketika kau melihat Sungai Gangga pada umur 3, adakah air Sungai Gangga sama dengan ketika engkau berumur 13?

Sang raja menjawab : Sama, baik ketika aku berumur tiga, umur tiga belas dan sekarang pun setelah aku berumur enam puluh dua, hal itu tetaplah sama.

Sang Buddha berkata : Sekarang saat kau menyadari rambutmu yang memutih dan wajahmu yang mulai berkeriput, tentunya jauh berbeda dengan keadaanmu waktu masih kanak-kanak. Hari ini ketika melihat Sungai Gangga, adakah kau melihat bahwa *penglihatan-mu, sekarang menua dibandingkan dulu sewaktu masih kanak-kanak?

*Jangan disalah mengerti bahwa penglihatan di sini mengacu pada mata, atau pada proses melihat, tetapi lebih pada hakekat dari melihat itu sendiri. Seperti pada sebelumnya, bagaimana orang buta pun, memiliki aspek melihat.

Sang raja menjawab: Hal itu tetaplah sama yang mulia.

Sang Buddha berkata : Ya raja, meskipun wajahmu menua, hakekat dari penglihatanmu tidak. Jadi, apa yang yang menua itu berubah (tidak permanen), sementara yang bebas dari penuaan itu adalah tidak berubah (permanen). Yang tidak permanen akan musnah, sementara yang permanen karena hakekatnya adalah melampaui siklus lahir dan mati, bagaimana bisa dia kemudian mengikuti lahir dan matimu?

Kenapa kamu membawa-bawa ajaran Maskari tentang kemusnahan total pada saat kematian?

Setelah mendengar ini, sang raja pun tersadar bahwa setelah kematian, akan ada kehidupan lagi dalam perpindahan-perpindahan bentuk yang lain. Dia dan semua yang mendengar pun menjadi senang dan bersemangat mendengarkan pengajaran yang belum pernah mereka dengar sebelumnya ini.


Perilaku yang salah (The inverted behaviour)


Setelah mendengar ini semua, Ananda bangkit dari duduknya, memohon di depan Sang Buddha, dengan dua telapak tangan tertangkup dan berlutut, "Yang mulia, jika baik penglihatan maupun pendengaran keduanya melampaui kondisi kelahiran dan kematian, mengapakah Sang Buddha berkata bahwa kita sudah kehilangan (pandangan) akan Hakekat Sejati dan karenanya berlaku dalam laku yang salah?

Apakah kiranya Sang Buddha berkenan untuk mencerahkan kami dan dengan begitu membasuh kami dari debu-debu yang mengotori kami?

Di situlah kemudian Sang Buddha menurunkan tangannya dengan jari-jari mengarah ke bawah dan bertanya pada Ananda : Sekarang ini, selagi kau melihat tanganku, apakah dia berada pada posisi yang tegak atau terbalik?

Ananda menjawab : Manusia duniawi menganggapnya terbalik, namun aku sendiri tidak tahu posisi mana yang bisa dikatakan tegak dan mana yang terbalik.

Sang Buddha kemudian bertanya : Jika mereka menganggap ini salah, lalu posisi seperti apa yang dianggap tegak?

Ananda menjawab : Jika Sang Buddha mengarahkan tangannya ke atas, maka itu akan dianggap tegak.

Sang Buddha kemudian mengangkat tangannya dan berkata : Jika manusia duniawi begitu membeda-bedakan antara tegak dan terbalik, mereka pun dengan cara yang sama membeda-bedakan antara tubuhmu dan tubuh Dharmakaya Sang Buddha yang suci dan murni, lalu mengatakan bahwa tubuh Tathagata sepenuhnya tercerahkan, sementara tubuhmu terbalik. Jika kau memeriksa dengan sungguh-sungguh tubuhmu dan tubuh Sang Buddha, di manakah letaknya yang disebut salah itu?


Setelah mendengar ini, Ananda dan mereka yang hadir pun bingung dan memandang ke arah Sang Buddha tanpa bisa menjawab apakah benar tubuh dan pikiran mereka salah/sesat.


Yang khayal dan Yang tercerahkan berasal (manifestasi) dari sumber yang sama. Delusion and Enlightenment are of the same source.


Sang Buddha yang tergerak oleh belas kasihan dan keluar dari rasa simpati akan Ananda dan sekalian yang hadir, berkata dengan suara yang seperti gelombang samudra : Hai orang-orang benar, aku selalu menyatakan bahwa bentuk dan pikiran dan semua yang ditimbulkan olehnya, semua kondisi mental dan semua fenomena yang memiliki sebab, semuanya hanyalah manifestasi dari pikiran.

Tubuhmu dan pikiranmu, hanyalah penampakan-penampakan di dalam Kesadaran Sejati yang terang, murni dan menakjubkan.

Mengapakah kamu terpisah/tersesat dari hakekat sejati dari Pikiran Yang Tercerahkan, yang berharga, bercahaya dan samar. Sehingga karenanya terperangkap pada khayal yang ada di dalam pencerahan?

‘Redupnya pikiran menciptakan kehampaan yang tumpul, dan keduanya dalam kegelapan menyatu menjadi bentuk. Bercampurnya bentuk dan pemikiran yang salah, menyebabkan bentuk menjadi tubuh, yang kemudian diaduk-aduk oleh sebab-akibat yang terakumulasi di dalam (tubuh) dan tertarik pada obyek-obyek external di luar (tubuh).

Begitulah kemudian, gangguan yang terjadi di dalam itu disalah pahami sebagai hakekat dari pikiran(jiwa), sehingga muncul ide yang salah bahwa (ada) pikiran/jiwa yang tinggal di dalam tubuh jasmani. Dan gagal pula menyadari bahwa tubuh jasmani ini, seperti juga gunung-gunung, sungai-sungai, ruang dan bumi tempat kita hidup (semua obyek external), semuanya itu sesungguhnya hanyalah fenomena di dalam Kesadaran Sejati yang terang dan menakjubkan.

Seperti orang bodoh yang tidak melihat samudra luas yang ada di depannya, tetapi sibuk meraih buih ombak dan menganggap buih ombak itu sebagai keseluruhan air yang luas tak terkira, sungguh kalian ini terjebak pada khayalan di dalam khayalan.

Persis seperti kebingungan yang sama, yang timbul ketika aku mengarahkan tanganku ke bawah. Dan karenanya, sungguh-sungguh Tathagata berkata, kalian ini berada dalam keadaan yang sangat menyedihkan.




Lanjut ke bagian I.3.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar